batik Sumba

Pola geometri kain [batik] Sumba

Leo Sutrisno

 Ada empat jenis kain tradisional Indonesia yang masing-masing memiliki bobot tertentu, yaitu: tenun ikat, kain songket, kain lurik dan kain batik. Masing-masing jenis kain ini dominan di daerah tertentu. Di wilayah timur Indonesia lebih didominasi kain tenun dan kain ikat. Di daerah Sumatra kain songket lebih menonjol. Sedangkan kain lurik dan kain batik lebih berkembang di wilayah Jawa.

 Pulau Sumba berada persis di sebelah timur Pulau Lombok. Di pulau ini adat Marapu hingga kini masih kuat pengaruhnya. Adat ini terutama berkembang di Sumba Timur. Marapu menjadi falsafah dasar bagi berbagai ungkapan budaya Sumba.  Pembuatan perangkat busana kain tenun hinggi dan lau pun tidak luput dari pengaruh marapu ini.

Kain tenun, secara adat dan budaya, memiliki banyak fungsi. Di antaranya adalah: sebagai  busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara adat, alat penghargaan dan pemberian perkawinan (mas kawin), alat penghargaan dan pemberian dalam acara kematian,  alat pembayar denda adat, serta sebagai alat penunjuk status social pemakainya.  

Di Pulau Sumba berkembang kain tenun yang khas Sumba. Kita kenal sebagai tenun Sumba. Tenun Sumba dibagi dalam dua jenis, yaitu: hinggi dan lau. Tenun hinggi pada umumnya dikenakan oleh kaum lelaki Sumba dalam tiap upacara adat. Hinggi untuk pria dewasa berukuran sekitar 2 meter dan berfungsi sebagai selendang atau kain yang dililitkan di pinggang. Kain hinggi didominasi warna merah kecoklatan untuk para bangsawan atau merah kebiruan untuk rakyat biasa.

Ragam-ragam hias kain hinggi erat berkaitan dengan alam. Misalnya: tengkorak [manusia], udang, ayam, ular, naga, buaya, kuda, ikan, penyu, cumi-cumi, rusa, burung, atau kerbau. Ada sejumlah motif tenun Sumba yang dipengaruhi kebudayaan asing (Cina dan Belanda]. Di antaranya adalah: naga, bendera tiga warna, mahkota dan singa.

Jenis kain kedua, Lau Pahikung, dikenakan sebagai sarung oleh wanita. Kain ini merupakan kain tenun ikat yang kemudian diberi tambahan teknik songket. Sehingga, corak yang terlihat di atas kain mirip dengan corak sulam. Di bagian tengah kain diberikan motif fauna. Sama dengan kain hinggi, kain Lau juga didominasi oleh warna merah kecoklatan.

Pakaian pesta dan upacara wanita Sumba Timur selalu melibatkan pilihan beberapa kain:  lau kaworu, lau pahudu, lau mutikau dan lau pahudu kiku. Kain-kain tersebut dikenakan sebagai sarung setinggi dada. Bagian bahu tertutup taba huku yang sewarna dengan sarung.

Motif kain Sumba, menjadi simbol dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, motif  ayam menjadi perlambang kehidupan wanita ketika berumah tangga. Motif kuda menjadi symbol  kekuatan dan kejantanan. Motif burung kakaktua yang berkelompok menjadi lambang persatuan dan musyarawah.Ada  motif manusia. Ada  motif binatang dan ada motif geometris . Kini tentu saja demi tuntutan pasar dikembangkan juga motif-motif baru [kontemporer].

Selain itu, warna kain Sumba juga sedikit banyak dipengaruhi oleh lokasi. Di Sumba Timur, biasanya berwarna dasar hitam, sementara di Sumba Barat, berwarna dasar biru tua.

 Dewasa ini, kerajinan batik juga telah merambah daerah Sumba. Perajin batik di Pulau ini menggunakan motif-motif tenun Sumba sebagai ragam hias kain batik. Batik belum cukup memasyarakat di sana. Pada umumnya diproduksi oleh perajin batik di Solo atau Yogya.

 Bangun-bangun geometri yang dikembangkan sebagai ragam hias kain Sumba di dominasi bangun belah ketupat dan persegi. Ada juga sejumlah bangun yang diguanakan sebagai ‘isen-isen’. 

 Posisi bangun yang satu dengan yang lain mengikuti kaidah bayangan atau relasi cermin. Relasi  bayangan dalam cermin merupakan konsep utama suatu komunitas dalam berhubungan dengan alam supranatural (alam gaib). Kehidupan di dunia nyata merupakan bayangan dari kehidupan di dunia gaib

 Inilah sekilas pola geometri kain Sumba. Tentu kita dapat menggali lebih dalam lagi. 

 

Leave a comment