Batik Tuban

Pola geometri batik Tuban

Leo Sutrisno

Tuban merupakan salah satu daerah kabupaten yang berada di pantai utara Provinsi Jawa Timur sekitar 140 km dari Surabaya. Dalam catatan sejarah Tuban merupakan pintu masuk (dari utara / laut) kerajaan Majapahit. Karena itu, ada banyak juga cerita rakyat yang berlatar belakang daerah Tuban.

Di daerah ini berdiri sebuah Klenteng yang dianggap klenteng tertua di Indonesia yaitu Klenteng Kwan Sing Bio. Klenteng ini dibangun oleh warga Cina yang saat itu akan ’berkunjung’ ke negara Majapahit.  Mudah di jangkau karena lataknya berada di pinggir jalan pantura.

Keberadaan warga Tionghoa yang sudah ratusan tahun ini  cukup kuat mewarnai kebudayaan daerah Tuban. Pengaruh itu juga tercermin pada motif-motif batiknya.

Selain Cina, Tuban juga dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Penyebaran agama Islam di daerah Majapahit dimulai dari Tuban. Salah satu makam penyebar agama Islam di Jawa, Wali Songo, Sunan Bonang  berada di Tuban. (ada versi lain yang mengatakan makam Sunan ini berada di Kabupaten Rembang, di desa Bonang).

Hingga kini masih beredan dua jenis batik Tuban, gedog dan ’biasa’. Batik gedog menggunakan kain tenun. Gedog berkonotasi dengan bunyi yang timbul saat kain ditenun.  ’Dog—dog—dog’ merupakan bunyi hentakan antar kayu perangkat penenun tradisional. Batik ’biasa’ menggunakan kain katun.

Batik Tuban sangat kaya dengan motif. Misalnya, ganggeng, kembang randu, kembang waluh, cuken, melati selangsang, satriyan, kijing miring, likasan kothong, guntingan, panjiori, kenongo uleren, panji krentil, panji serong, panji konang, kopi pecah, kates gantung, ceblongan,  kates gantung, gringsing, ririnan, sidamukti, unyeng-unyeng, kembang srengenge, uget-uget, cumi-cumi, rengganis dsb. merupakan sebagian dari motif batik Tuban.

Sejauh yang dapat dikoleksi, batik Tuban tidak mengembangkan pola bangun geometri. Beberapa motif yang terwarnai dengan bangun geometri (walaupun kurang jelas) adalah motif sido mukti (jajaran genjang), rengganis (persegi), kopi pecah (persegi).

Motif yang dipengaruhi oleh Islam juga tidak begitu jelas bentuknya. Pengaruh Islam lebih tampak pada nama motifnya. Masil: panji krenthil, panji komang dsb.

Inilah sekilas perkenalan dengan pola geometri batik Tuban.

Batik Tasikmalaya

Pola geometri batik Tasikmalaya

 

Leo Sutrisno

 

Kota Tasikmalaya berada sekitar 120 km di sebelah timur Bandung. Dalam Wikipedia dituliskan bahwa Kota Tasikmalaya merupakan Sang Mutiara dari Priangan Timur . Kemajuan  sangat pesat terjadi di kota ini.  Kota ini berkemilau layaknya mutiara. Kota Tasikmalaya merupakan kota terbesar keempat di Jawa Barat setelah Bandung, Cirebon dan Bogor. Priangan timur itu terdiri dari kota/kabupaten Tasikmalaya, kabupaten Ciamis, kota Banjar, kabupaten Garut dan kabupaten Sumedang.  Pusat perbelanjaan, gedung – gedung tinggi bermunculan. Bank juga maremaikan kota ini misalnya: Bank Indonesia, BII, Bank Mandiri, Bank Jabar Banten. Direncanakan tahun 2010 ini sebuah Perguruan Tinggi Negeri yaitu Universitas Siliwangi.

 

Pada tahun 1960-1980-an batik Tasikmalaya menjadi salah satu ikon batik di Jabar, setelah batik cirebonan. Namun, memasuki tahun 1990-an, keberadaan batik Tasikmalaya terus meredup. Kini Tasik menggeliat. Batik Tasik mulai diangkat kembali bahkan dinyatakan sebagai produk unggulan.  Ada dua jenis batik Tasik yaitu cetak dan tulis.. Batik Tasikmalaya merupakan campuran dari batik-batik asal Pekalongan, Tegal, Banyumas dan Kudus dengan aneka pola dan warna.

 

Batik Tulis Tasik cukup menarik perhatian banyak orang manca negara. Bahkan ada yang tidak sekedar mengoleksi saja tetapi juga belajar membuat. Mereka datang dari Belanda, Swiss,  Selandia Baru, dan Jepang.

Misalnya, Sayaka Sasaki, perempuan asal Jepang ia sengaja terbang dari Jepang ke Indonesia langsung ke Tasikmalaya. Selama dua minggu, ia belajar membatik batik tulis di sana.

Ironisnya, ketika orang luar ramai-ramai belajar membuat batik tulis, justru di daerah Tasikmalaya sendiri, yang tertarik ke batik tulis hampir tak ada. Tenaga pembatik yang ada, saat ini sebagian besar atau 90 persen usianya sudah di atas 50 tahun.

Pada umumnya, orang Tasikmalaya menyenangi  warna cerah yang warna-warni dengan pernik-pernik hiasan.  Warna batik pun juga dipengaruhinya. Isen-isennya sangat beragam walaupun  pada umumnya masih terlihat nyata bentuk aslinya.

Pola gemometri batik Tasik sungguh variatif. Ada yang berupa segitiga. Ada persegi. Ada persegi panjang. Ada belah ketupat. Ada yang berupa pentagon, heksagon, segi delapan. Bangun-bangun ini pada umumnya disusun secara diagonal. Tetapi ada juga yang disusun dalam pola anyaman.

Segita dimaknai sebagai lambang yang mengarah pada ”Yang Di Atas”. Segitiga juga dimaknai sesuatu yang kokoh dan kompak. Segitiga melambangkan kekuatan yang berasal dari sanubari. Demikian juga heksagram, segi enam, dipahami sebagai isyarat akan pengakuan kepada Yang Maha Esa.

 

Persegi dan persegi panjang, pada umumnya dimaknai sebagai hamparan alam semesta yang  yang dibatasi oleh timur, barat, utara, dan selatan. Suatu alam semesta yang dibatasi oleh empat penggal garis.

Segi lima sering dipahami sebagai bintang, sebagai ’nur’, sebagai sumber cahaya. Segi lima dipahami sebagai sesuatu yang menyinari, sesuatu yang membuat menjadi terang. Sesuatu yang mencerahkan.

Inilah sekilas tentang batik Tasik dan pola geometrisnya.

Batik Sumbawa

Pola geometri batik Sumbawa

 

Leo Sutrisno

 

 

Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau-pulau yang termasuk Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Seperti juga di daerah lain dari kawasan timur Indonesia, sejarah batik Sumbawa masih sangat muda.

 

Pemprov NTB meluncurkan batik khas NTB pada pertengahan Februari 2010, sekaligus menetapkan SMK Negeri 5 Mataram sebagai pusat kerajinan batik. Batik khas NTB ini diberi nama  Sasambo.  Batik Sasambo mewakili tiga etnis suku di NTB: Sasak di pulau Lombok, Samawa dan Mbojo di pulau Sumbawa.

 

Penetapan pusat batik di sebuah sekolah seperti ini menjadi berbeda dari daerah lain. Kebijakan ini dapat dijadikan contoh bagi sekolah atau daerah lain yang akan mengangkat ‘gengsi’ SMK-Sekolah Menengah Kejuruan di masyarakat luas..

Pemerintah Nusa Tenggara Barat akan menjadikan batik Sasambo sebagai pakaian batik resmi lokal NTB. Kebijakan itu dirintis dengan mewajibkan pegawai negeri sipil menggunakan baju batik sehari dalam seminggu setiap hari Kamis.

 

Kebijakan ini dipicu oleh pengakuan UNESCO tentang kain batik sebagai warisan budaya Indonesia. Selain itu, pemerintah NTB merasa prihatin pada kemunduran industri tenun [ikat], dari semula 11 menjadi tiga perusahaan saja. Penyebab  yang lain adalah karena batik telah digunakan sebagai bagian dari pakaian tradisional sebagian masyarakat di daerah ini, Sambolo (Destar) dan Weri (Ikat Pinggang), tetapi belum memiliki tradisi membatik.

Motif batik belum cukup berkembang. Ada gerakan yang menangkap inspirai dari motif tenun. Tenun ikat Sumbawa memiliki corak warna dan motif yang khas. Warna dasar alami, yakni warna pohon dan tanah dengan tumbuhan atau hewan.

Ada motif ”Kelotok Sapi” – gantungan kayu kotak berbunyi yang biasa diikat di leher Sapi . Ada motif kangkung yang menggambarkan makanan khas. Ada juga motif cabe, mutiara, gerabah, serta rumah panggung khas Sumbawa.

 

Seperti juga di daerah lain, motif hiasan tenun Sumbawa juga memiliki makna khusus. Misalnya: bunga Sekuntum mengingatkan sebagai manusia selain bermanfaat bagi dirinya, juga harus bermanfaat bagi orang lain.  Bunga Setangkai sebagai simbol kehidupan keluarga yang mampu mewujudkan kebahagiaan bagi anggota keluarga dan masyarakat.  Bunga Nenas merupakan simbol dari 99 sifat utama Allah yang wajib dipedomani dan diteladani.  Bunga Rebung mengandung makna hidup yang mesti jalani dengan penuh semangat.

Beberapa satwa juga digarap untuk dijadikan motifnya. Masyarakat setempat pemberi makna secara beragam. Motif ‘burung’ melambangkan  roh orang yang telah meninggal. Reptile [buaya, kadal, ular] dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang, kepala suku atau orang terkemuka dalam masyarakat. Kuda dan gajah  dianggap sebagai kendaraan roh orang yang meninggal. Katak, kura-kura dan ular dianggap sebagai lambang dunia bawah. Sedangkan kerbau menjadi lambang kesuburan, atau sebagai penolak yang jahat.

 

Sejumlah motif geometri juga telah dikenal. Misalnya: garis Segitiga, Segi empat, Jajaran Genjang dan Segi Delapan. Motif Garis mengingatkan agar setiap orang  jujur jujur dan tegas. Segitiga [berbentuk kerucut] menunjukkan akan  kekuasaan tertinggi ada di tangan Allah. Segi empat dan jajaran genjang merupakan simbol kebersamaan dengan tetangga dan kerabat. Segi delapan mensyaratkan seorang pemimpin harus memenuhi delapan persyaratan yaitu :Beriman Dan Bertaqwa, memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas, Cerdas nan Terampil, bertutur kata halus dan sopan, bertingkahlaku sopan, berasal dari keturunan yang baik, sehat, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari).

 

Inilah sekilas tentang tenun dan batik Sumbawa-NTB

Batik Sala

Pola geometri Batik Solo

 

Leo Sutrisno

 

 

 

Secara umum batik digolongkan ke dalam dua kelompok tradisi ‘kasultanan’ dan tradisi ‘pasisiran’. Dalam tradisi kasultanan ada dua kelompok yang kuat coraknya, yaitu: Yogyakarta dan Surakarta (Solo). Batik tradisi kasultanan mudah dikenali karena warnanya yang didominasi dengan coklat tua, hitam atau  putih. Dalam tradisi pasisiran terdapat corak Pekalongan, Lasem, Tuban, Cirebonan, Garut, Madura, dan Ponorogo. Batik pasisiran juga mudah dikenali dari warnanya yang ’meriah’.

 

Sekitar 40-50 tahun yang lalu, di wilayah ’mataraman’, secara tradisional pemakai kain batik masih terbatas pada para priyayi dan para abdi negara. Orang kebanyakan pada umumnya memakai kain lurik. Namun, seiring dengan perubahan jaman, pemakai kain batik dewasa ini adalah semua lapisan masyarakat. Gambar 1.

 

Pola geometri batik corak Surakarta ada lima macam, yaitu: ceplok, kawung, nitik, garis miring dan tumpal. Sebagian besar Pola Ceplok (Gambar 2) merupakan pola-pola batik kuno yang terdapat pada hiasan arca di Candi dengan bentuk kotak-kotak, lingkaran, binatang, bentuk tertutup serta garis-garis miring

 

Pola dasar yang terdapat pada candi Hindu di arca Ganesha dari Banon Borobudur, arca Hari Hara dari Blitar, Ganesha dari Kediri dan arca arca Parwati dari Jawa merupakan pola dasar dari pola Kawung. Dasar pola Ceplok terdapat di arca Budha antara lain Budha Mahadewa dari Tumpang dan arca Brkhuti dari candi Jago.

 

’Ceplok’ berarti ’tunas’. Pola ceplok mewakili bentuk-bentuk bunga, buah, bahkan kadang-kadang muncul gambar binatang. Tentu bentuk-bentuknya tidak nyata. Gambar tetumbuhan dan binatang yang tidak persis sama dengan bentuk aslinya itu mengikuti ajaran Islam. Para pembatik Jawa memodifikasi bentuk-bentuk tetumbuhan dan binatang iu menjadi gambar stilis.

Pola Kawung (Gambar 3) merupakan pola ceplok tertua dan terdiri dari empat ragam hias elips atau lingkaran yang disusun sedemikian rupa sehingga keempatnya besinggungan satu sama lainnya dan ditengahnya terdapat ragam hias Mlinjon. Elips atau lingkaran ini dimodifikasi  dimodifikasi dengan menambah ragam hias isen atau mengubah bentuknya.

‘Kawung’ disebutkan berasal dari dari kata ‘kolang-kaling’, buah pohon aren  yang berwarna hitam (jika sudah tua). Tetapi, ada juga yang menyebutkan berasal dari ’kwangmung’, binatang serangga termasuk kelompok ’binatang berkaki delapan’. Pola ini mengarak pada arah mata angin dengan titik tengah sebagai acuannya.

 

Pola Nitik (Gambar 4).dibuat berbentuk titik-titik. Pada awalnya nitik berkembang di daerah pesisiran sebelum masuk ke kasultanan. Para pedagang dari Gujarat datang di pantai utara pulau Jawa, menjajakan kain tenun dan bahan sutera. Motif dan kain tersebut berbentuk geometris dibuat dengan teknik dobel ikat yang disebut “Patola” (di Jawa dikenal sebagai kain “cinde”).

Pola garis miring (Gambar 5) berupa garis-garis diagonal (miring0 dalam bidang gambar. Isi dari garis miring ini berupa ’parang’ atau ’pedang’ sebagai lambang keberanian, kejayaan.

Pola tumpal (Gambar 6) berupa bangun segitiga. Pola ini termasul tua tetapi hingga kini masih popular. Bangun segitiga menjadi lambang akan kekuatan hidup. Jika ’dihapankan’ ke atas, berarti menuju ’Sang Pencipta’. Jika di hadapkan ke bawah menuju ‘Sang Pendukung’ dan jika dimiringka merujuk “Sang Motivator”.

Inilah garis besar bangun geometri dalam batik tradisi Surakarta. Semoga dapat dikembangkan lebih luas dan mendalam.

Batik Semarangan

Pola geometri batik Semarangan

 

Leo Sutrisno

 

Setelah membahas pola geometri batik Yogya dan batik Solo, tulisan ini menyajikan batik Semarang. Dalam tulisan tentang pola geometri batl Yogya, kata ’batik’ berasal dari kata ’ambatik’ yang berarti mebuat ’titik’ di sepotong kain.

 

Dari titik dan titik dubuat garis lurus dan garis lengkung. Dari garis lurus dan garis lengkung dibuat bidang. Dan, dari bidang dan bidang dapat dibuat ruang. Titik berdimensi nol. Garis berdimensi satu. Bidang berdimensi dua. Ruang berdimensi tiga. Jadi, dasar pola gemetri pada batik adalah titik.

 

Pola batik berkembang dari banyak pengaruh dari luar. Pola Hindu memunculkan pola garuda dan bunga teratai. Pengaruh Islam memunculkan pola gemetri pada batik. Pengaruh Hindu dan Islam ini bergabung sehingga muncul batik Yogya dan Batik Solo. Di pesisiran, pengaruh Islam lebih dominan. Salah satu di antaranya adalah pola geometri batik Semarang (semarangan).

 

Dalam masyarakat Jawa,  batik bukan sekedar pakaian belaka. Batik mesyarat dengan makna simbolis. Bahkan ada yang percaya, batik dengan motif tertentu dapat menenangkan tangisan anak bayi di waktu malam.

 

Karena memiliki makna simbolis, maka ornamen batik tidak sekedar dibuat begitu saja mengikuti selera pelukisnya. Tetapi, selalu digali dari ranah kepercayaan masyarakat. Misalnya, pola satwa dipilih ’burung’. Burung dapat terbang, sebagai penghubung antara ’surga’ dan ’bumi’. Tetumbuhan air dipilih ’teratai’ yang melambangkan perwujudan dari seluruh kehidupan.

 

Karena motif batik ini bertema isi alam semesta maka ada dua hal yang perlu dicermati. Dari segi dimensi, melukis batik adalah memindahkan objek yang berdimensi tiga (ruang0 ke dalam dimensi dua (bidang). Dari segi topologinya, melukis batik mengubah kurva dalam berdimensi tiga ke menjadi kurva berdimensi dua.

 

Secara umum, membatik diawali dengan menggambarkan pola besar, misalnya persegi, elips atau lingkaran. Kemudian dilanjutkan dengan membuat isi dari pola awal seperti ini. Langkah kedua ini disebut ’isen-isen’. Para pelukias batik dituntut mengembangkan konsistensi yang tinggi dalam melukiskan isen-isen ini.

 

Telaah geometri menunjukkan bahwa cara membuat isen-isen bersifat ’self similarity’ dan ’self affine’. Self similarity menekankan kedetilan pada skala agar bentuk geometri yang lebih kecil tetap mirip dengan bentuk yang beih besar. Cara ini disebut dengan istilah penskalaan linier. Self affine menekankan kedetilan pada skala yang membuat gambar yang kecil tidak mirip dengan gambar yang besar. Cara ini disebut penskalaan nonlinier.

 

Geomatri fraktal dalat menjelaskan perubahan penskalaan ini sehingga dapat dinyatakan secara matematis. Ternyata, gambar-gambar batik bukan berksla satu atau dua, tetapi berada di antara satu dan dua. Secara rata-rata berdimensi 1,6. Bukan garis, dan bukan bidang murni.

 

Beberapa contoh pola geometri batik Semarang dapat dilihat pada Gambar 1. Motif pecinan (1.a) terdiri bangun lingkaran, persegi, dan garis lurus. Hubungan simetri merupkan pola hubungan utama. Selain bangun juga warna. Warna orientalnya cukup kuat.

 

Motif rawa pening (1.b) tidak mudah dikenali. Bungun persegi dan garis diagonal tampak dominan. Gelombang air yang berada di sisi luar merupakan satu-satunya petunjuk bahwa itu gambar rawa. Daun yang ada di pojok-pojok persegi dapat membantu memperkuat kesan sebuah rawa.

Pasar kobong (1.c) merupakan sebuah pasar tempat jual beli unggas dan ikan terbesar di kota Semarang. Pembaca dapat menentukan lokasinya dengan bantuan Gogle mapia. Bentuk ikannya tidak mudah dikenali lagi. Pada siang hari menjadi pasar ayam dan jika malam hari menjadi pasar ikan. Orang mengatakan harga di pasar ini lebih miring dari tempat lain.

 

Jati ngaleh (1.d) Sekali pun ini juga merupakan sebuah tempat di kota Semarang, gambarnya tidak menggambarkan kekhasan temapt itu. Justru yang ditampilkan bentuk daun jatinya. Daun jati ini menjadi isen-isen bangun persegi. Hubungan semitri juga mendominasi. Demikian juga garis-garis diagonal.

 

Tanjakan gombe (1.e)  masih cukup mudah dikenali. Lokasi yang berbukit-bukit. Jalan yang menanjak, rumah yang mnempati kanan kiri jalan menjadi ciri sebuah tempat. Gambar-gambar perempuan yang tidak  terlihat wajahnya menjadi pentanda agar selalu hati-hati jika lewat di daerah ini.

Banyu manik (1.f) juga sebuah wilayah di daerah Semarang. Dari kota Semarang, menuju Solo atau Jogya akan melawati Banyu manik. Posisinya ’tidak jauh’ dari Gombel. Gambar mata yang memenuhi bangun persegi menjadi petanda khasnya. Kata ’manik’ adalah megian dari mata. Kurva-kurva tertutup mengisi bidang gambar di antara mata.

Inilah sebagian kecil geometri batik Semarangan.

Batik Riau

Pola geometri batik Riau

 Leo Sutrisno

 Sejarah batik Riau telah menempuh jalan yang panjang. Disebutkan pada era kerajaan Siak yang beribukota Sri Inderapura [abad ke-18] telah ada kerajinan batik cap. Cap yang digunakan berbahan perungu.

Perkembangan kemudian, batik cap berbahan perunggu ditinggalkan diganti dengan bahan kayu lunak. Kerajinan kain semacam ini dikenal dengan nama  “Telepuk,”.  Telepuk berarti  gambar bunga-bungaan dsb dengan perada pada kain atau  kertas.  Kain telepuk adalah kain berbunga-bunga tenunan India.  Kerajian telepuk juga memudar.

 Pada tahun 1990-an, di Riau beredar Batik yang diberi nama batik Selerang. Selerang adalah nama sebuah sungai di Riau.  Namun, kini telah menghilang ditelan oleh kemajuan teknologi industri kain global.

 Di awal Milenium ke-3 ini, kerajinan batik Riau sengaja ditumbuhkan kembali. Pemerintah mengirimkan sejumlah warganya agar belajar kerajian batik ke Jawa. Beberapa orang kini mejadi ’pelopor’ kerajianan batik Riau.

 

Pencarian motif melalui jalan panjang. Awalnya mengadopsi ornamen mesjid raya Pekan Baru. Kurang mendapat respon konsumen. Kemudian dikembangkan motif  model ’kain tabir’ yang berupa garis warna-warni  vertikal.

Ragam hias diisi dengan model kerajikan ’tekat’ . Kain tekat termasuk jenis tekstil yang dihasilkan dengan cara menyulam benang emas pada kain blacu. Sulaman tekat juga disebut ‘sulaman timbul’ atau ‘suji timbul’. Kerajinan tekat mirip dengan krajinan songket.  Ragam hias tekat lihat gambar.

Ragam hias tekat ini dilukiskan berderet secara vertikal. Sehingga, secara keseluruhan mirip selembar tabir. Kerajian batik semacam ini disebut batik tabir.

Hingga kini sudah ada 19 motif batik tabir yang dipatenkan. Di antaranya adalah motif bunga melur, bunga kenduduk, mengkanang, wijaya kusuma, kembang cempaka, air mata pengantin, bintang, seno, bunga pecah delapan, bunga kuntum tak jadi, bunga berembang, kesumbo, bunga raya, bunga tanjung, bunga semangat, bunga labu, dan bunga cermai.

Semangat memasyarakatkan batik khas Riau  mendorong Pemerintah Provinsi Riau mewajibkan para pegawai negeri sipil agar memakai Batik Riau sebagai seragam kerja pada setiap hari Kamis. Wajib menggunakan seragam Batik Riau ini bertujuan untuk mensukseskan Visit Riau 2012

Warna yang biasa digunakan dalam batik tabir ialah warna-warna yang lebih terang dan cerah, seperti merah, kuning atau hijau.

Model tekat  yang disusun secara vertikal membentuk garis-garis menghasilkan panorama tabir. Ragam hias tekat yang pada umumnya berupa bunga ini mungkin dapat menjelaskan kenapa tidak ada pola geometri dari ragam hias batik Riau [batik tabir]

Batik Pekalongan

Pola geometri batik Pekalongan

 

Leo Sutrisno

 

Pekalongan berada di pantai utara Jawa, provinsi Jawa Tengah. Dengan kendaraan umum dapat dijangkau sekitar enam jam dari Jakarta ke timur arah Semarang.

Ada ungkapan, “Pekalongan sedang membatik dunia”. Disebutkan bahwa pada umumnya tamu-tamu negara yang berkunjung ke Indonesia akan memakai baju batik produk Pekalongan. Presiden Ronald Reagan, Bill Clinton dan Nelson Mandela sering disebut sebagai contohnya.

Mungkin ungkapan ini juga tidak berlebihan. Diberitakan bahwa setiap tahun daerah ini mengekspor produk batik (tulis) ke Australia, AS, Korsel, Jepang, Cina, Timur Tengah, dan Singapura, dengan nilai ekspor 1,205 juta dolar AS.

Diperkiraan kerajinan batik sudah ada di Pekalongan sejak awal tahun 1800-an. Menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik Pekalongan sudah  ada yang dibuat pada tahun 1802.

Dilaporkan juga, industri tekstil yang meliputi batik (tulis, cap, printing), pertenunan ATBM/ATM, bordir, konveksi, pemintalan benang, penyempurnaan kain/benang, serta pengolahan kapuk masih menonjol di Pekalongan. Ada 1.540 unit usaha dalam kelompok ini yang  menyerap 15.284 orang tenaga kerja dalam dua tahun terakhir ini.

Ada tiga jenis batik Pekalongan. Yang pertama, adalah ‘batik lokal’. Batik ini diproduksi oleh masyarakat setempat secara mandiri. Para perajin tidak ‘berkiblat’ ke kraton (Yogya / Solo) yang pada mulanya menjadi pusat ‘pengetahuan’ perbatikan. Yang kedua adalah “batik encim”. Warga Tionghoa menjadi pendukung utama produk ini. Yang ketiga adalah “batik londo” yang dibuat dengan motif kebudayaan Belanda.

Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada waktu lalu mewarnai motif dan tata warna batik Pekalongan. Sebagai contoh, batik Jlamprang diilhami dari Negeri India. Batik Encim dan Klengenan dipengaruhi oleh Cina., batik Pagi Sore mendapat pengaruh dari Belanda. Batik Hokokai tumbuh pada jaman Jepang. Sampai  2009 sudah ada 10 dari 96 motif batik Pekalongan yang telah dipatenkan.

Warna kain batik Pekalongan sangat beragam. Walaupun dimasukkan batik pesisiran yang biasanya dengan warna ‘berani’ ternyata batik Pekalongan bervariasi  dari cerah, merah, kuning, hijau, biru, merah muda, hingga warna soga dan wedelan yang menjadi ciri khas batik Yogya-Solo.

Eksplorasi pola geometri batik Pekalongan ternyata tidak mudah dilakukan. Sejauh literatur yang dapat ditelusuri tidak banyak yang berupa catalog yang lengkap. Pada umumnya catalog-katalog yang tersedia memuat pakaian jadi (bukan kainnya) beserta harganya.

Ada uraian yang agak rinci pada motif nitik. Perajin batik menyusun ‘titik-titik’ sehingga membentuk bangun geometrisPara pedagang dari Gujarat datang di pantai utara pulau Jawa, membawa serta kain tenun khas Gujarat. Motif tenunan ini terdiri dari bujur sangkar dan persegi panjang yang disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan anyaman yang terdapat pada tenunan Potola. Pola ini diserap oleh para perajin batik Pekalongan sehingga menghasilkan kain batik Jlamprang. Motif – motif Jlamprang atau di Yogyakarta dengan nama Nitik adalah salah satu batik yang cukup popular diproduksi di daerah Krapyak Pekalongan. Batik ini merupakan pengembangan dari motif kain Potola yang berbentuk geometris kadang berbentuk bintang atau mata angin serta  menggunakan ranting yang ujungnya berbentuk segi empat.

Ada juga motif batik Pekalongan yang warna Islaminya sanagt kuat, yaitu batik Rifaiyah. Dalam budaya Islam gambar-gambar yang berhubungan dengan benda bernyawa tidak boleh digambarkan sama persis sesuai aslinya. Gambar binatang  dalam batik rifaiyah terlihat kepalanya terpotong. Biasanya warga keturunan Arab memproduksi batik jenis ini.

Inilah sekilah batik Pekalongan dan pola geometrinya.

Batik Papua

Pola geometri batik Papua

 

Leo Sutrisno

 

Apabila ada kesempatan mengunjungi tanah Papua, misalnya di Jayapura, selain kerajinan patung-patung kayu suku Asmat ada juga cindera mata yang menarik yaitu batik, batik Papua.  walupun batik printing bermotif khas Papua, Namun variasi motifnya tidak kalah dengan batik Solo atau batik Yogya.

 

Siapakah yang membuat Batik Papua itu?  Apakah orang  Papua juga?  Menurut cerita kerajian batik Papua berdiri atas inisiatif Pemerintah Papua melalui  Yayasan Pembangunan Papua. Dengan sengaja didatangkan guru batik dari Jawa dan Mancanegara supaya mereka. Dalam berkembangan selanjutnya, para perajin Papua yang melanjutkan karya seni tektil ini.

 

Walaupun batik printing, tetapi sama sekali tidak kalah menarik. Karena, sangat kaya akan warna. Batik ini juga dicetak pada berbagai  jenis kain:  katun, shantung, silk, dan sutra .

Motif batik Papua banyak menggunakan simbol-simbol keramat dan ukiran khas Papua. Cecak, buaya, burung cenderawasih merupakan beberapa contoh penting. Bangun geometrisnya berupa lingkaran-lingkaran besar.

Beberapa motif khas dari batik Papua yang mudah didapat adalah motif burung cenderawasih, motif kamoro yaitu simbol patung berdiri, motif asmat yaitu simbol patung-patung kayu suku Asmat, motif Sentani dengan ciri gambar alur batang  kayu dengan hanya satu atau dua warna. Ada juga motif yang  divariasi dengan sentuhan garis-garis emas yang dikenal dengan istilah batik prada.

Motif-motif natural ditambah warna-warna yang relatif beragam semakin menambah kekhasan batik Papua. Batik dari daerah ini cenderung lebih gelap namun banyak memiliki motif yang terdiri dari gambar patung. Warna lebih cokelat dengan kombinasi warna tanah dan terakota.

Batik dengan motif Papua saat ini memang sedang memperoleh banyak perhatian dan peminat dari masyarakat luar Papua hingga mancanegara. Karena, batik papua terkesan eksotis.

Hingga kini, batik papua masih didominasi ornament kerajinan pahat. Sehingga, bangun-bangun geometri belum dieksploitasi oleh perajan batik papua. Salah satu bentuk pola geometri batik tersaji pada gambar.

 

Inilah sekelumit batik Papua.